Thursday, September 14, 2006

Tentang si Dia

Awalnya dari nexia, sebuah game online. Aneh, tapi nyata…
Begitulah pertemuanku dengan seseorang yang sekarang menjadi suamiku.

Namanya Setyo Suhartanto (in the middle, there is “Dwi”. That’s so javanese hehehe). Temen curhat yang selalu protes setiap kali aku cerita nggak mau lagi punya cowok orang “lokal”.

So desu ka…
Dia yang akhirnya membuka kembali mataku…
Bahwa masih ada cowok Indonesia yang bisa diajak fun, untuk hunting bareng di dae, buya, dll
Bahwa masih ada cowok Indonesia yang smart dan bisa nyambung tentang brita-berita hangat (tapi berita hangat buat gamers tuh apa ya – red).
Bahwa masih ada cowok Indonesia yang peduli, bisa ngertiin perasaan dan airmata seseorang.
Bahwa masih ada cowok Indonesia yang jantan, gonna fight for his girl
Bahwa masih ada cowok Indonesia yang gentle, know how’s to treat her woman
And so on, and so on

10 Agustus 2001. Pernikahan.
He wanted me to have the shares of his life, his dreams…
When I said, “yes, I will”… but there was a big question in me. “Is he the right one”

Bali, Indonesia.
Saksi perjalanan hidup kami.
Sebagai pengantin sekaligus sarjana baru, suami tercinta mengajak aku kesana, mengadu nasib katanya. To plants our fighting spirit.

Bulan-bulan pertama, jauh dari orang tua, hanya dengan bermodal nekad saja ternyata tidak cukup.

Di sana, di Jalan Sesetan, Denpasar. Pertanyaan itu semakin membesar “IS HE THE RIGHT ONE??”

Tapi sesuatu telah ditakdirkan terjadi.

Saat pekerjaan belum diraih, tabungan habis, dan (dia tidak memberitahu aku saat itu) uang yang ditangan hanya tinggal 3000 perak. Bayangkan 3000 perak!!
Itulah saat Tuhan menunjukkan betapa baiknya suamiku…

Saat makan siang, dia mengantarkanku ke warung tempat kami biasa makan. Hanya melihat sambil tersenyum dan bertanya “Enak, dek?”.
Dia bilang dia tidak lapar, dan mungkin malam nanti “Cuma” ingin makan bubur kacang hijau saja.
(Makan siangku hari itu 2500… )

Setiba kembali ke kontrakan, dia baru dengan jujur bercerita bahwa uang kami tinggal 500 rupiah.
Saat itu aku terdiam, membayangkan betapa suramnya nasib.
“Mungkin kami akan mati di Bali”.
Keheningan dijawabnya dengan ijin, “ Dek, kalo besok aku belum dapet kerja.
Boleh gak aku jadi kuli panggul aja?”

Gosh!!
Aku terhentak, dan tangisku pecah.
Orang yang dihadapanku itu, begitu sayangnya padaku sampai tidak malu lagi dengan tahun-tahun kuliahnya dulu, dan mengajukan dirinya untuk jadi kuli buat menafkahiku.

And so that was, how I fall for him…

Tapi Tuhan Maha Tahu, dan Maha penyayang.
Dia mendengar niat suamiku…
Belum lagi kering air di mataku, handphone Mumut (begitu panggilan sayang untuk suamiku) berbunyi.
....Ada orang yang minta dibuatkan website…
Terima kasih Ya Allah…!! *sniff*

Tahun-tahun kini telah berlalu, kami akan terus melangkah ke arah yang lebih baik.

Honey, terimakasih telah menyayangiku begitu dalam…
Doaku selalu menyertaimu

Jakarta, 10 Agustus 2006
5 tahun kebersamaan kami

1 comment:

sus said...

congrats mba
i hope now, you can say..he is the right one for you

:)