Friday, February 01, 2008

Dimanakah kemanusiaan?

Jakarta waspada. Hujan hari ini membawa derita dan bahagia.
Derita karena hujan berlebihan = banjir. Tapi banyak juga yang
bahagia, contohnya aku, karena kantor memperbolehkan pegawainya pulang
jam 2.

Tapi kesenangan berganti kebingungan, busway koridor VI gak
beroperasi, padahal aku dah susah-susah menerobos genangan air
setinggi 20cm di sekitar lampu merah kuningan.
Akhirnya aku balik arah menuju mampang, harus dengan menerobos banjir
lagi pastinya.

Musibah atau keadaan yg tidak mengenakkan seringkali menyebabkan kita
melewati rasa kemanusiaan, maksudnya hal-hal yg mungkin kita tak
pernah pikirkan pada saat normal.
Secara logika, aku gak akan mau berjalan sejauh wisma mulia - timah -
mampang, apalagi melewati genangan air dgn standar kebersihan yg tidak
memadai (halah!). Tapi kok ya buktinya ini bisa.

Di sebuah halte yang kulalui, kulihat seorang lelaki yg sedang duduk
menunduk sambil mendekapkan kedua tangan ke badannya. Asumsiku dia
sedang menunggu di halte itu dan berusaha menepis dingin.
Makin dekat kuamati, badannya yang menggigil, wajahnya yang tertunduk
membiru dan kakinya yg pucat seperti terendam air dalam waktu lama.
Terlintas dalam benakku untuk memberikan jaket yg kugunakan.
Makin dekat, kebimbangan semakin memuncak. Kuurungkan niat memberikan
jaket, karena dalam suasana hari ini juga membutuhkan pelindung dari
dingin.
Laki-laki menggigil di halte itu akhirnya kulewati, dan aku masih
dengan jaketku, bertahan menggunakannya dalam kebimbangan.
Saat itu apakah aku bukan manusia? Rasanya begitu. Kemanusiaanku
dikalahkan oleh hujan.

Brigif III, 1 feb '08